Menilik RUU Larangan Minum Alkohol serta Pro dan Kontranya

Posted: 16 Nov 2020from: EditorLast updated : 3 Jun 2021

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menggodok rencana penerbitan Undang-Undang (UU) larangan minum alkohol (minol) di Badan Legislasi DPR. Wacana tersebut kembali menyeruak setelah beberapa anggota dewan dari fraksi PKS, PPP dan Gerindra mengusulkan untuk membahasnya pasca penundaan yang terjadi sejak tahun 2015 silam.


Hal itu sontak menimbulkan pro dan kontra di beberapa kalangan. Mulai dari potensi anjloknya penerimaan cukai dari Minuman Mengandung Etil Alkoho (MMEA) dan berkurangnya lapangan pekerjaan akibat penjualan minol yang dibatasi.


Namun disisi lain, beberapa kalangan menilai adanya pembahasan Rancangan Undang-Undang minuman beralkohol itu akan berpengaruh baik terhadap moral bangsa ini. Bahkan banyak juga yang mengapresiasi adanya wacana tersebut.


Tetapi apapun alasan yang ada dibalik RUU tersebut, ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan Undang-Undang yang akan diberlakukan. Karena rumusan tersebut akan menjadi acuan dalam penegakan aturan di seluruh Indonesia dalam jangka waktu yang tidak sebentar.


Nah berikut merupakan beberapa hal yang menjadi kontroversi di tengah masyarakat dalam RUU tersebut.


1. Minum minuman beralkohol di pidana


JIka RUU ini jadi disahkan, kamu yang menggangu ketertiban umum imbas dari minum minuman beralkohol bisa diganjar hukuman pidana paling sedikit 2 tahun dan paling lama 10 tahun atau denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.


Hukuman yang tidak main-main itu bisa dijerat pada siapa saja yang minum minuman beralkohol di tempat yang tidak diperbolehkan dan berbuat onar Sedangkan untuk peminum yang melakukan aktivitas minum alkohol tidak pada tempat yang disediakan bisa dikenakan pidana minimal 3 bulan dan maksimal 2 tahun atau denda paling sedikit Rp10 juta dan maksimal Rp50 juta.


Hal tersebut tertuang dalam pasal 7 Bab III yang berbunyi, Setiap orang dilarang mengonsumsi minuman beralkohol golongan A, B, C dan minuman beralkohol tradisional dan minuman beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud pada pasal 4.


2. Produsennya juga bisa kena pidana


Selain mengatur tentang konsumen minuman beralkohol, RUU Larangan Minuman Alkohol juga mengatur tentang sanksi bagi produsen minuman yang melanggar. Sanksinya juga tidak main-main, mulai dari hukuman penjara 2 tahun hingga 10 tahun atau denda minimal Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Hal tersebut dikemukakan dalam Pasal 6 RUU Larangan Minuman Beralkohol


Ancaman hukuman tersebut diberikan bagi siapa saja, baik itu produsen maupun penjualnya. Hal tersebut merupakan langkah yang baik, karena artinya pemerintah memang berupaya untuk meluruskan bisnis minuman beralkohol menjadi lebih baik.


Khusus untuk penjual ritel, selama ini sanksi yang berlaku bisa dibilang kurang begitu tegas. Adanya RUU ini akan membuat terang semuanya. Meski begitu, larangan minuman beralkoho masih dikecualikan untuk kegiatan adat, pariwisata, ritual keagamaan dan juga farmasi.


3. Potensi penerimaan cukai hilang


Adanya Pandemi Covid-19 memang membuat banyak industri yang melambat. Tidak terkecuali untuk minuman alkohol impor. Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) menyebutkan minuman alkohol sejak pandemi muncul sudah lesu, khususny untuk minuman impor penurunannya mencapai 80%.


Turunnya permintaan dan lambatnya proses perizinan impor dari Kementerian Perdagangan menjadi salah satu penyebabnya, Meskipun belum ada jadwal pasti kapan RUU ini akan disahkan, tetapi kuat dugaan hal tersebut akan makin memperkecil bisnis minuman alkohol impor.


Sementara itu, data dari penerimaan cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) Kementerian Keuangan menyebutkan, sejak Januari hingga September tahun ini jumlah penerimaan cukai dari golongan minuman tersebut baru mencapai Rp3,61 triliun.


Padahal target yang sudah ditetapkan hingga akhir tahun ini bisa mencapai Rp7,1 triliun. Adanya RUU tersebut berpotensi mengurangi penerimaan cukai negara.


Hal yang lumrah jika terdapat pro dan kontra dalam setiap kebijakan baru. Terpenting adalah, terdapat jalan tengah yang bisa diambil untuk dapat memberikan solusi terbaik bagi industri maupun konsumen.


Ketimbang ikut berpolemik, lebih baik meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga, Kamu bisa mulai dengan menjalankan usaha secara mandiri. Tidak perlu besar, mulailah dari hal yang terkecil. Modalnya kamu bisa percayakan kepada Finplus untuk segera memulai usaha. Prosesnya mudah dan juga cepat, suku bunganya juga rendah, 0,4%. Akses sekarang di Finpedia.