Ini Perbedaan Antara Inflasi dan Deflasi

Posted: 28 Okt 2021from: EditorLast updated : 1 Nov 2021

Dunia sedang ramai memberitakan potensi hyper inflasi yang bisa terjadi di Amerika Serikat (AS). Ya, saat ini, inflasi di Negei Paman Sam itu berada d kisaran 5,4% dan level tersebut merupakan yang tertinggi dalam 13 tahun terakhir. CEO Twitter, Jack Dorsey juga ikut mengomentari hal itu, dia menyebut dalam akun twitternya bahwa hyperinflation is going to change everything. It’s happening.

 

Ketua Bank Sentral AS (The Fed), Jerome Powell juga mengakui bahwa inflasi di AS kemungkinan bakal bertahan dalam jangka waktu yang lama. Nah untuk Indonesia, laju inflasi tanah air saat ini ada di kisaran 1,6% secara year-on-year (yoy). Lantas apa si yang dinamakan inflasi dan mengapa hal itu harus dikendalikan dan bagaimana caranya? Nah sebelumnya simak dulu disini ya.

 

(Baca juga: Mengenal Mansa Musa, Orang Terkaya di Dunia Sepanjang Sejarah)

 

Apa itu inflasi ?

 

Melansir laman Bank Indonesia (BI), inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum. Kenaikan yang terjadi bukanlah hanya satu hari ya, melainkan terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

 

Lembaga yang menghitung inflasi di Indonesia adalah Badan Pusat Statistik (BPS), link ke metadata SEKI-IHK. Jadi, kalau kenaikan harga di satu atau dua barang saja, belum bisa dikatakan sebagai inflasi. Kecuali bisa kenaikan harganya meluas atau mengakibatkan kenaikan harga juga pada barang lainnya.

 

Masih dari laman BI, inflasi bisa timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation) dan dari ekspektasi inflasi.

 

Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price) dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

 

Sedangkan untuk faktor penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.

 

Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau forward looking.

 

Hal itu tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP).


Meskipun ketersediaan barang secara umum diproyeksikan cukup dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut.

 

Demikian halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.


Perlunya menjaga Inflasi tetap stabil


Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Sehingga pada akhirnya bisa memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 

Sedangkan inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat mengalami penurunan yang pada akhirnya membuat standar hidup masyarakat ikut turun. Imbasnya adalah jumlah mayarakat miskin bisa berpotensi bertambah.

 

Sementara inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah.

 

Apa Itu Deflasi ?

 

Jika inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu, nah deflasi adalah kebalikannya. Jadi deflasi merupakan penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.


Ini berkaitan dengan hukum ekonomi, ketika jumlah barang di pasaran melimpah sedangkan permintaannya tidak ada, maka akan membuat harga menjadi turun. Nah salah satu penyebab deflasi adalah turunnya permintaan. Selain itu banyaknya jumlah produksi dari barang yang sama dalam satu waktu juga bisa menjadi faktor penyebab deflasi.

 

Melansir OJKpedia, deflasi adalah keadaan yang menunjukkan daya beli uang meningkat dalam masa tertentu karena jumlah uang yang beredar relatif lebih kecil daripada jumlah barang dan jasa yang tersedia.

  

(Baca juga: Ramai Soal Pelat Mobil RFS, Siapa yang Boleh Pakai?)


Nikmati kemudahan akses pendanaan di Finpedia


Kamu yang saat ini membutuhkan dana cepat untuk ragam kebutuhan, bisa mengakses Finpedia.id. Katalog finansial itu menyediakan ragam produk keuangan dari lembaga perbankan, pembiayaan maupun peer to peer lending.

 

Mulai dari kartu kredit, kredit tanpa agunan, pinjaman modal usaha, pinjaman instan, pinjaman dana darurat, pinjaman dengan agunan sampai program cicilan biaya pendidikan bisa didapatkan dengan mudah di Finpedia.id.

 

Disana kamu bisa melihat informasi mulai dari suku bunga yang diberikan, jangka waktu, syarat yang dibutuhkan sampai pengajuan bisa dilakukan di Finpedia.

 

Dengan begitu, kamu tidak perlu repot untuk mengumpulkan informasi dari produk keuangan yang dibutuhkan dari ragam lembaga keuangan, seperti AdaPundi yang menyediakan pinjaman untuk semua keperluan kamu mulai dari Rp400 ribu sampai Rp6 juta. Akses sekarang dan penuhi kebutuhan darurat kamu segera!